top of page

Ekonomi Islam - Bagi Hasil Bank Syariah Mahal?

Diperbarui: 4 Jun 2023

Sebelum menjawab pertanyaan judul diatas, pertama harus dipahami dulu kalau bank Syariah dengan bank konvensional memiliki perbedaan akad.


Terlepas dari kondisi yang ada "dilapangan", Bank Syariah di Indonesia, sejak pendiriannya awal tahun 1990-an, tidak memberikan pinjaman uang, kenapa? karena meminjamkan uang dengan tambahan bunga berarti riba, jelas riba.


Kalau bank Syariah tidak membebankan bunga, lalu darimana bank Syariah bisa mendapatkan untung, menggaji para karyawan, dan lain-lain?. Bukankah bisnis utama bank adalah funding - lending. Ya betul, perbankan sejatinya memang sedang berbisnis, caranya dengan menarik orang untuk menyimpan uangnya di bank dengan imbalan bunga (funding), kemudian menyalurkannya kepada yang membutuhkan dengan membebankan bunga (lending).


Walaupun sering dikatakan bank sebagai lembaga intermediasi, mediator antara orang yang memiliki uang yang banyak dengan orang yang membutuhkan uang, tetapi sejatinya bank adalah perusahaan komersial.


Dalam Islam, bisnis utama bank meminjamkan uang adalah bentuk riba, karena hakikatnya akad yang digunakan adalah akad qardh (utang-piutang), maka kaidahnya "setiap utang-piutang yang mendatangkan manfaat adalah riba", namun jasa perbankan lainnya, seperti biaya transfer, biaya ATM, biaya safe deposit box dan biaya-biaya lainnya yang masuk kedalam akad ijarah, diperbolehkan.


Akad di Bank Syariah


Sekarang bagaimana kalau di bank Syariah, akad apa yang digunakan?, sebagai contoh : jika ada Pengusaha yang memiliki proyek, kemudian Pengusaha tersebut kekurangan modal kerja, maka akad yang bisa digunakan adalah bagi hasil seperti akad Musyarakah, masing-masing memiliki porsi modal, berapa bagi hasilnya?, sesuai kesepakatan, bank Syariah tentu memberikan tawaran bagi hasil yang diinginkannya, katakan 60% Pengusaha 40% Bank Syariah, bayangkan jika proyeknya berjalan hanya dalam waktu 3 bulan, bukankah porsi keuntungan bank Syariah juga besar? tentu saja.


Kondisinya berbeda apabila Pengusaha pakai pinjaman uang bukan bagi hasil, bunganya tentu relatif kecil, kalau begitu lebih baik pinjam uang dong? Salah besar, tadi diawal sudah disebutkan riba, dosanya nanti juga sangat besar, keadaan yang seperti itu sebenarnya terlihat janggal, tidak mungkin Islam memberatkan umatnya, ternyata memang antara bisnis utama bank konvensional dengan bank Syariah tidak sama, tidak apple to apple, kalau mau apple to apple, maka utang dalam Islam menggunakan akad qardh, alias tidak ada bunga sama sekali 0%, jangankan bunga, manfaat non materiil pun tidak dibenarkan untuk dibebankan kepada yang meminjam uang, dalam Islam, akad qardh adalah akad tolong menolong (tabarru) bukan akad muawadhah atau komersial!


Dengan demikian sejatinya bank konvensional memanfaatkan atau mengkomersialisasi akad tolong-menolong sehingga menjadi riba, sedangkan bank Syariah menjalankan bisnis murni dengan akad komersial seperti akad bagi hasil, akad jual-beli, akad sewa-menyewa dll, maka kemudian terlihat seolah-olah harga di bank Syariah lebih mahal daripada bank konvensional, ya jelas beda akad memang. Kondisi demikian diperparah dengan skala perbankan Syariah yang masih kecil, sementara beban operasional perbankan cukup besar, ironisnya dengan penduduk mayoritas Muslim, bank Syariah masih belum menjadi pilihan utama, terlihat dari market share yang masih dibawah 10% dibandingkan dengan perbankan nasional seluruhnya.


Wallahu a'lam bishawab

bottom of page