Kripto itu mata uang, uang atau investasi?. Cryptocurrency, begitu namanya, jika disebut sebagai mata uang, maka pertanyannya adalah siapa yang mengotorisasinya, yang menjaganya, yang menjaminnya?, apakah para pemain didalamnya?, kemudian jika disebut sebagai uang, apakah bisa bertahan dalam jangka waktu yang lama? apakah bisa digunakan oleh semua orang?, lalu jika inginnya disebut sebagai tujuan investasi, akadnya apa? apakah jual beli, yang dijual aset digital begitu? atau sebenarnya judi? atau memang tidak jelas?, atau maunya disebut semuanya, ya mata uang, ya uang, ya investasi, ya judi, ya aset.
Dengan berbagai pertanyaan seperti itu, para pelaku kripto kemudian merasa perlu, untuk banyak memberikan literasi kepada masyarakat, mungkin didalamnya juga kepada para Ulama, bukan malah sebaliknya, apalagi dalam situasi ekonomi global, kripto sudah semakin banyak digunakan, dengan jumlah pengguna dan nilai yang begitu besar, membuat alasan untuk menjaga eksistensi kripto semakin kuat.
Terlepas dari pembahasan regulasi negara atau fatwa yang sudah jelas mengharamkan kripto sebagai mata uang, ataupun kejahatan yang terjadi pada bisnis kripto, ada hal lain yang sangat ironis dibalik hingar-bingar si kripto, yaitu untuk "menambang" satu bitcoin selama 24 jam misalnya, memerlukan daya listrik sebesar 1.820 kWh, yang setara dengan rata-rata pemakaian listrik rumah tangga selama 62 hari di Amerika Serikat! dan itu baru bitcoin saja! belum ethereum dan lain-lainnya. (https://tekno.kompas.com/read/2021/07/05/17503397/berapa-listrik-yang-dihabiskan-untuk-menambang-1-keping-bitcoin/).
Lucunya kripto seperti bitcoin, digambarkan dengan koin emas, bahasa yang digunakannya pun seperti layaknya menambang emas, keinginan sistemnya terlihat seperti emas, yang tidak memerlukan negara untuk pengakuannya sebagai uang dan jumlahnya terbatas serta inginnya solusi terhadap inflasi.
Uang, Mata Uang, dan Investasi
Sebenarnya sudah menjadi kesepakatan umum yang lahir secara alami, yang lahir secara sadar, bahwa emas adalah standar nilai dari suatu barang, jasa atau harta. Ketika dahulu sekali proses transaksi dilakukan secara barter, namun berjalan tidak efisien, emas kemudian menjadi puncak kesepakatan manusia, untuk menjadi standar nilai suatu transaksi, dipecah seperti apapun, bahkan berbentuk pasir sekalipun, emas tetap diterima, hanya dengan bermodalkan timbangan, emas bisa dijadikan alat tukar, inilah uang, semua mengerti emas karena secara intrinsik memang ada nilainya, tidak terpengaruh dengan apapun, sinyal internet misalnya, apalagi terpengaruh dengan ketersediaan sumber daya listrik, tidak perlu!, dari dahulu sekali hingga saat ini nilainya tetap, tidak ada inflasi yang aneh seperti yang ada pada uang kertas!, jika korupsi jelas tersangkanya, jika inflasi yang membuat nilai uang kita berkurang, siapa koruptornya?
Namun ketika uang emas dibatasi oleh negara dengan percetakan uang, kemudian emas hanya menjadi cadangan dibalik pintu besi, maka kemudian muncul mata uang, uang yang hanya berlaku secara nasional saja, dan disepakati salah satu mata uang sebagai standarnya, sehingga kemudian emas yang beredar di masyarakat menjadi sebuah komoditas, yang diperjual-belikan layaknya barang, bukan lagi menjadi standar nilai alat tukar.
Sedangkan kripto ?, rasa kebanggan angka-angka yang dianggap sebagai rasionalitas segala sesuatu, kemudian melahirkan sebuah mata uang, uang, investasi atau apapun maknanya, yang tidak jelas siapa penemunya, yang tidak jelas wujudnya, tidak ada yang salah dengan teknologi, tapi untuk apa teknologi itu digunakan, baru muncul persoalannya, namun kalau ada yang mau menerima kripto ya silahkan saja, kalau ada yang mau menukar sesuatu dengan kripto ya silahkan saja, masing-masing akan dimintai pertanggung-jawaban, bahkan jika kemudian hari kripto diberlakukan umum sekalipun, ya silahkan saja, yang jelas emas akan tetap menjadi standar nilai alat tukar yang paling manusiawi, paling adil, selamanya.
Wallahu a'lam bishawab