Banyak hal yang ditambahkan kata Islam atau Syariah dibelakangnya, termasuk ekonomi, apa yang salah dengan ekonomi? apakah ekonomi berarti tidak Islami?
Pelajaran ekonomi disekolah formal dahulu sering menyebutkan seorang tokoh ekonomi yang terkenal pada abad ke 18 Masehi yaitu Adam Smith, bukunya yang berjudul Wealth of Nation, memberikan pengaruh yang sangat besar. Sebelum menjawab pertanyaan mengapa harus ekonomi Islam? apa yang salah dengan ekonomi, dan apakah ekonomi berarti tidak Islami?, perlu dipertanyakan dahulu, apakah sebelum Adam Smith, dunia belum memiliki konsep ekonomi? yang terus berkembang hingga kini menjadi ekonomi modern?.
Sahabat tentu mengerti bahwa perdagangan sudah ada sejak lama, dan Islam sebagai agama yang sempurna memiliki konsep bukan hanya mengenai perdagagan tetapi sistem ekonomi, yang lebih tepat disebut Muamalah Maliyah.
Bahkan buku Wealth of Nation sendiri diduga kuat mendapatkan inspirasi dari buku karya Ulama besar Abu Ubaid yang berjudul Al-Amwal, keduanya membahas harta tingkat negara, secara pribadi, Penulis sendiri sangat berkesan dan takjub luar biasa setelah membaca buku Al Amwal, bagaimana mungkin buku-buku ekonomi sekarang yang sangat hebat, ternyata sudah didahului kehebatannya oleh buku Ulama Abu Ubaid, apa yang mendasari pemikiran Ulama tersebut? tentu tidak lain adalah Islam.
Jika kemudian Islam memberikan banyak panduan mengenai harta, lalu apa yang membedakan dengan ekonomi sekarang / kontemporer?.
Ekonomi Sekuler
Dengan sangat jelas, Penulis mengatakan bahwa ekonomi kontemporer lebih banyak didominasi oleh ekonomi sekuler, yang sering dikatakan sebagai ekonomi konvensional, paling tidak terdapat tiga ciri ekonomi sekuler, yang kemudian membuat ekonomi Islam menjadi satu-satunya pilihan.
Ciri #1: Memisahkan Urusan Agama Dengan Harta atau Ekonomi
Ciri #2: Harta Bebas Dimiliki Oleh Siapapun, Dengan Cara Apapun, Untuk Apapun
Ciri #3: Harta Sebagai Pemuas Kehidupan
Ciri #1: Memisahkan Urusan Agama Dengan Harta atau Ekonomi
Ekonomi yang bersumber dari Islam, dasar ikatannya tidak akan pernah memisahkan antara agama dengan urusan dunia termasuk mengenai harta, karena pada akhirnya semua akan diminta pertanggunganjawabannya
"Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya; dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya” (HR. Tirmidzi)
Tetapi dalam ekonomi sekuler dasar ikatannya justru memisahkan antara urusan kegamaan dari urusan duniawi, apalagi yang bersifat ekonomi atau mengenai harta.
Ciri #2: Harta Bebas Dimiliki Oleh Siapapun, Dengan Cara Apapun, Untuk Apapun
Secara mendasar harta dimiliki oleh Allah Azza wa Jalla, manusia mendapatkan izin untuk memperoleh, menggunakan, dan memilikinya, paling tidak terdapat tiga pemisahan kepemilikan, yaitu kepemilikan umum, kepemilikan pribadi, dan kepemilikan negara. Salah satu hadits menyebutkan mengenai kepemilikan umum :
"Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Namun dalam ekonomi sekuler harta bebas dimiliki oleh siapapun, dengan cara apapun, dan untuk apapun, kuncinya ada pada kepemilikan modal.
Ciri #3: Harta Sebagai Pemuas Kehidupan
Dalam ekonomi sekuler harta digunakan sebesar-besarnya untuk memuaskan semua kebutuhan dan keinginan di dunia, kesejahteraan diperoleh walaupun harus mengorbankan seorang individu, sementara dalam Islam kesejahteraan dan keadilan ekonomi harus dicapai bahkan untuk satu individu sekalipun, sehingga kesejahteraan untuk semua bukan kesejahteraan untuk hal yang semu.
Dengan demikian hal-hal yang tidak benar dan tidak baik dalam ekonomi sekuler perlu diperbaiki dan direvisi, dengan Islam atau Syariah.
Wallahu a'lam bishawab