Indonesia sebelum tahun 1945 terdiri dari berbagai macam kekuasaan, diantaranya adalah Kerajaan, Kesultanan dan Kekuasaan Adat, yang keseluruhannya sering disebut sebagai Nusantara.
Sering dikatakan juga bahwa Nusantara dijajah selama 350 tahun, walaupun sebenarnya hal tersebut sangat debatable, karena sejak kedatangan penjajah Portugis tahun 1511, mereka hanya menguasai beberapa wilayah saja seperti Malaka, Sunda, dan Maluku. Tahun-tahun berikutnya penjajah Spanyol, Inggris, dan Belanda (VOC), secara estafet menjajah seluruh wilayah Nusantara, namun tetap mereka tidak mampu sepenuhnya mengendalikan kekuasaan-kekuasaan Nusantara, seperti Kesultanan Aceh.
Dengan slogan Gold, Glory dan Gospel, nampak jelas bahwa kedatangan para penjajah salah satunya adalah bermotifkan ekonomi . Keterbatasan Kerajaan-Kerajaan di Eropa yang berlandaskan Kekristenan dalam memperoleh sumber daya ekonomi, akibat dikuasainya jalur perdagangan di Timur Tengah oleh Kekhilafahan Utsmaniyah, membuat mereka harus mencari jalur lain ke berbgaai arah, ke arah Barat mereka berhasil sampai di Benua Amerika, sedangkan ke arah Timur melalui selatan Afrika mereka berhasil sampai di wilayah Malaka.
Setiap singgah di wilayah-wilayah ekspansi,mereka langsung mengeruk sumber daya ekonomi, utamanya adalah emas, kemudian sumber daya alam, sekaligus memastikan kekayaan ekonomi tersebut harus tetap berada di tangan para penjajah dengan menempatkan militernya, mempengaruhi para penguasa setempat, menggantinya dengan orang-orang yang setia dengan para penjajah, dan memberikan pendidikan yang pro para penjajah.
Potensi sumber daya ekonomi yang sedemikian besar, membuat para penjajah semakin kaya, dan menumpuk kekayaan tersebut di wilayah Eropa. Berbagai sistem ekonomi seperti perbankan, perdagangan efek, perpajakan dan uang kertas, semakin mudah diterapkan oleh para penjajah.
Hingga hari ini sesungguhnya penjajahan melalui perusahaan-perusahaan seperti yang dilakukan oleh VOC, masih berlangsung, seiring dengan penjajahan militer atau occupation, berbagai sumber daya seperti minyak, emas, dan komoditas tambang lainnya terus menjadi pundi-pundi keuntungan bagi para penjajah. Bahkan kebangkrutan negara-negara penjajah dengan mudah recovery dengan adanya sistem ekonomi dan keuangan yang sama di seluruh dunia.
Dunia tak berdaya menghindari berbagai krisis ekonomi dan keuangan yang terus-menerus terjadi secara bergantian, seakan-akan terjajah dan terpenjara. Tidak heran kemudian dampaknya adalah ketidakadilan merajalela, kemiskinan disema tempat, kesenjangan begitu menganga, kerusakan alam dan manusia sangat massif dan mendasar.
Wilayah kaum Muslimin layaknya hidangan makanan, yang terus-menerus di santap dengan mudahnya oleh para penjajah. Selama sistem ekonomi yang berbasis riba, perbankan, uang kertas, perdagngan efek, obligasi dan lain sebagainya masih diterapkan oleh seluruh dunia, maka selama itulah penjajahan ekonomi akan terus berlangsung.
Jangankan mempertahankan kehormatan dan martabat kamu Muslimin, mempertahankan tanah kaum Muslimin pun menjadi terseok-seok, tidak heran hingga hari ini Palestina masih belum bisa dimerdekakan, negara-negara sekitarnya sibuk mempertahankan wilayahnya sendiri dari bebagai potensi serangan dari para penjajah. Para pemimpin kaum Muslimin seperti jatuh dalam kondisi yang dilema, sehingga tidak mampu berbuat maksimal untuk membela bangsa Palestina.
Oleh karena itu "atom-atom" kebangkitan Islam terutama dalam bidang Muamalah harus terus diperjuangkan, entah berapa lama, yang terpenting adalah amalan perjuangan tersebut bisa menjadi wasilah menuju surga-Nya Allah Azza wa Jalla. Mengembalikan emas menjadi uang, syirkah menjadi sistem perusahaan, dan Baitul Mal menjadi institusi ekonomi tertinggi adalah beberapa amalan perjuangan dalam bidang Muamalah.
Dengan mengembalikan Muamalah yang merupakan ajaran Islam, sesungguhnya mengembalikan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia, berarti merdeka dari penjajahan ekonomi, karena Islam adalah rahmatan lil 'alamin.
Wallahu 'Alam Bishawab